JAKARTA, KOMPAS — Atas perintah Presiden Prabowo Subianto, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut membongkar pagar laut sepanjang 30 kilometer yang ditanam di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2024). Keberadaan pagar laut melanggar undang-undang karena telah menutup akses publik, terutama bagi nelayan pesisir.
Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto mengatakan, pihaknya mendapat keluhan dari nelayan di sekitar pagar laut terkait kesulitan menangkap ikan karena adanya pagar tersebut. Oleh karena itu, pihaknya membongkar pagar itu.
Saat membongkar pagar laut ini, TNI AL dan masyarakat berlayar dari Pos TNI AL Tanjung Pasir menuju lokasi di tengah laut. Sebanyak 600 orang yang terdiri dari prajurit TNI AL dan masyarakat terlibat dalam pembongkaran pagar laut.
”Kami melibatkan masyarakat untuk membongkar pagar laut karena ini untuk kepentingan masyarakat,” katanya, Sabtu (18/1/2024).
Di perairan Tangerang, tepatnya di Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, terlihat kesibukan prajurit TNI AL, seperti mengikat tali ke bambu untuk merobohkan pagar laut. Pagar yang membentang itu lalu dirobohkan dengan cara diikat tali lalu ditarik menggunakan perahu. Belasan nelayan kemudian mengambil sisa bambu bekas pagar laut.
Harry Indarto mengatakan, kehadiran pasukan TNI AL di Tangerang atas perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto melalui Kepala Staf Angkatan Laut Muhammad Ali. ”Untuk kepentingan masyarakat, kita akan selalu ada, terutama dalam membantu nelayan untuk mencari nafkah,” katanya.
Untuk memastikan kedalaman dari patok-patok yang ditanam di laut ini, TNI AL mengerahkan Prajurit Lantamal III, Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yonmarhanlan) III, Penyelam Dinas Penyelaman dan Penyelamatan Bawah Air (Dislambair), Pangkalan TNI AL Banten, Satuan Komando Pasukan Katak Koarmada I dan Dinas Kesehatan Koarmada I.
Setiap hari, pagar laut yang bisa dibongkar ditargetkan sepanjang 2 kilometer. Dengan panjang pagar laut sekitar 30 kilometer, diperkirakan butuh sekitar 15 hari untuk membongkar seluruhnya. ”Untuk kepentingan masyarakat, kami akan berupaya secepat mungkin membongkarnya, diharapkan stakeholder terkait juga membantu dalam menuntaskan kesulitan para nelayan,” kata Harry.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMANSeorang nelayan mencari ikan di dekat pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2025).
Sampai saat ini, pemerintah belum dapat memastikan siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ini karena kurangnya transparansi dan kemungkinan adanya komunikasi rahasia di balik pembangunannya (Kompas, 13/1/2025).
Namun, keberadaan pagar laut di Kabupaten Tangerang memberikan dampak signifikan bagi nelayan dan ekosistem laut. Nelayan lokal melaporkan penurunan hasil tangkapan hingga 50 persen karena akses mereka ke laut terbatas.
Selain itu, jalur mereka menjadi lebih jauh sehingga meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga dua kali lipat. Kondisi ini menambah beban ekonomi mereka yang sudah berat.
Dari sisi lingkungan, pagar laut setinggi 6 meter ini menghambat arus laut dan berpotensi merusak habitat biota laut. Penimbunan tambak dan perubahan arus juga memengaruhi keanekaragaman hayati di sekitar pesisir. Ekosistem laut yang rusak dapat berdampak jangka panjang, tidak hanya bagi nelayan, tetapi juga bagi masyarakat yang bergantung pada hasil laut.
KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISAAnggota Ombudsman RI, Hery Susanto
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengatakan, pagar bambu yang dipasang tanpa izin di kawasan pesisir tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga mengganggu aliran air laut dan merusak habitat laut.
”Kerusakan ekosistem ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut di wilayah tersebut,” katanya dikutip dari laman Ombudsman RI, Selasa (7/1/2025).
KOMPAS
Video Pembongkaran Pagar Laut
JAKARTA, KOMPAS — Atas perintah Presiden Prabowo Subianto, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut membongkar pagar laut sepanjang 30 kilometer yang ditanam di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2024). Keberadaan pagar laut melanggar undang-undang karena telah menutup akses publik, terutama bagi nelayan pesisir.
Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto mengatakan, pihaknya mendapat keluhan dari nelayan di sekitar pagar laut terkait kesulitan menangkap ikan karena adanya pagar tersebut. Oleh karena itu, pihaknya membongkar pagar itu.
Saat membongkar pagar laut ini, TNI AL dan masyarakat berlayar dari Pos TNI AL Tanjung Pasir menuju lokasi di tengah laut. Sebanyak 600 orang yang terdiri dari prajurit TNI AL dan masyarakat terlibat dalam pembongkaran pagar laut.
”Kami melibatkan masyarakat untuk membongkar pagar laut karena ini untuk kepentingan masyarakat,” katanya, Sabtu (18/1/2024).
Di perairan Tangerang, tepatnya di Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, terlihat kesibukan prajurit TNI AL, seperti mengikat tali ke bambu untuk merobohkan pagar laut. Pagar yang membentang itu lalu dirobohkan dengan cara diikat tali lalu ditarik menggunakan perahu. Belasan nelayan kemudian mengambil sisa bambu bekas pagar laut.
Harry Indarto mengatakan, kehadiran pasukan TNI AL di Tangerang atas perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto melalui Kepala Staf Angkatan Laut Muhammad Ali. ”Untuk kepentingan masyarakat, kita akan selalu ada, terutama dalam membantu nelayan untuk mencari nafkah,” katanya.
Untuk memastikan kedalaman dari patok-patok yang ditanam di laut ini, TNI AL mengerahkan Prajurit Lantamal III, Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yonmarhanlan) III, Penyelam Dinas Penyelaman dan Penyelamatan Bawah Air (Dislambair), Pangkalan TNI AL Banten, Satuan Komando Pasukan Katak Koarmada I dan Dinas Kesehatan Koarmada I.
Setiap hari, pagar laut yang bisa dibongkar ditargetkan sepanjang 2 kilometer. Dengan panjang pagar laut sekitar 30 kilometer, diperkirakan butuh sekitar 15 hari untuk membongkar seluruhnya. ”Untuk kepentingan masyarakat, kami akan berupaya secepat mungkin membongkarnya, diharapkan stakeholder terkait juga membantu dalam menuntaskan kesulitan para nelayan,” kata Harry.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMANSeorang nelayan mencari ikan di dekat pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2025).
Sampai saat ini, pemerintah belum dapat memastikan siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ini karena kurangnya transparansi dan kemungkinan adanya komunikasi rahasia di balik pembangunannya (Kompas, 13/1/2025).
Namun, keberadaan pagar laut di Kabupaten Tangerang memberikan dampak signifikan bagi nelayan dan ekosistem laut. Nelayan lokal melaporkan penurunan hasil tangkapan hingga 50 persen karena akses mereka ke laut terbatas.
Selain itu, jalur mereka menjadi lebih jauh sehingga meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga dua kali lipat. Kondisi ini menambah beban ekonomi mereka yang sudah berat.
Dari sisi lingkungan, pagar laut setinggi 6 meter ini menghambat arus laut dan berpotensi merusak habitat biota laut. Penimbunan tambak dan perubahan arus juga memengaruhi keanekaragaman hayati di sekitar pesisir. Ekosistem laut yang rusak dapat berdampak jangka panjang, tidak hanya bagi nelayan, tetapi juga bagi masyarakat yang bergantung pada hasil laut.
KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISAAnggota Ombudsman RI, Hery Susanto
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengatakan, pagar bambu yang dipasang tanpa izin di kawasan pesisir tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga mengganggu aliran air laut dan merusak habitat laut.
”Kerusakan ekosistem ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut di wilayah tersebut,” katanya dikutip dari laman Ombudsman RI, Selasa (7/1/2025).