INFO NASIONAL – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering kali terjadi di negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi. Hal itu menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, dikarenakan warga negara dengan pendapatan tinggi memiliki daya beli lebih baik sehingga dampak kenaikan PPN terhadap konsumsi cenderung lebih moderat.
“PPN sering digunakan sebagai sumber utama pendapatan pemerintah untuk mendanai program sosial dan pembangunan yang melibatkan redistribusi kekayaan,” kata dia kepada Tempo, belum lama ini.
Tarif PPN di negara maju seperti Prancis (20 persen), Inggris (20 persen), dan Jerman (19 persen) kata Josua lebih tinggi dibandingkan rata-rata global dan juga Indonesia (12 persen per 2025). Indonesia merupakan negara berpenghasilan menengah, dengan GDP per kapita tahun 2024 diperkirakan mencapai USD 5,039 dan diharapkan meningkat menjadi USD 5,444 pada tahun 2025.
Adapun penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 kata Josua, telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat. “Karena barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran, dan susu segar tetap bebas PPN, sehingga tidak membebani kelompok berpendapatan rendah,” ujar dia.
Josua mengatakan, PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa premium seperti daging wagyu, sekolah internasional, dan layanan kesehatan VIP. “Meskipun tarif PPN Indonesia masih lebih rendah dari rata-rata global, kebijakan ini mencerminkan langkah untuk meningkatkan ruang fiskal tanpa mengorbankan daya beli kelompok rentan,” kata dia.
Pengamat Pajak Yustinus Prastowo mengatakan, negara-negara maju memang memiliki tarif PPN yang tinggi. Kalau dibandingkan dengan negara ASEAN, Vietnam misalnya, mereka punya tax ratio yang tinggi sehingga mempunyai ruang yang lebih leluasa untuk mendiskon tarif PPN-nya.
Sayang, menurut Yustinus, Indonesia hanya punya tax ratio 10 persen. “Itu masih sangat rendah,” kata dia. Oleh karena itu, menurut dia, tantangan dan pekerjaan rumah, bagaimana sistem pajak semakin efektif terutama untuk mendorong kepatuhan. “Nah, makanya yang didorong PPN dulu,” ucap dia.
Pasca Covid-19, diharapkan ekonomi kembali bergeliat. “PPN memang menjadi jalan keluar untuk meningkatkan pajak dan sifatnya memang gotong royong. Ini sangat berkontribusi kepada penerimaan negara karena tinggi dan juga stabil.”
Menurut Yustinus, jika pertumbuhan bagus maka PPN-nya akan bagus. “Terpenting desainnya dirancang sedemikian rupa agar pro ke bawah untuk mendorong atau mengejar yang di atas,” kata dia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resminya, 16 Desember 2024, mengatakan bahwa Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.
Pajak, kata dia, merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12 persen yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian. (*)