MejaRedaksi, Jakarta – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima 495 aduan masyarakat sepanjang tahun 2024. Dari jumlah tersebut, hampir setengah aduan terkait pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak 2024.
“Lebih dari 201 aduan terkait dengan pemilihan legislatif, pemilihan presiden, dan paling banyak berasal dari Pilkada serentak 2024,” kata Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda dalam jumpa pers di kompleks gedung parlemen, Senin, 30 Desember 2024.
Rifqi mengatakan sebagian besar aduan yang masuk menyangkut netralitas aparatur sipil negara, netralitas penjabat kepala daerah dan mobilisasi bantuan sosial di sejumlah daerah. Berdasarkan laporan yang diterima Komisi II, Rifqi mengatakan akan menyampaikan evaluasi menyeluruh setelah masa reses anggota dewan selesai.
Salah satu langkah yang akan dilakukan Komisi II, yaitu dengan memulai menyusun draf omnibuslaw RUU Politik. Dia mengatakan ada sejumlah peraturan terkait penyelenggaraan pemilu dan proses politik yang perlu diperbaiki.
“Kami telah mengirim surat kepada pimpinan DPR dan Badan Legislasi untuk menyusun salah satunya paket UU Politik atau dikenal dengan Omnibuslaw UU Politik,” ujar Rifqi.
Rifqi mengatakan omnibuslaw RUU Politik akan menghimpun sejumlah kluster regulasi di bidang politik dan pemilu menjadi satu undang-undang saja. Secara garis besar, RUU itu akan memuat pengaturan tentang partai politik, Pemilu, Pilkada, serta sengketa hasil pemilu. “Apa isinya secara detail, itu akan kami rundingkan di internal,” ujarnya.
Kemudian, aduan terbanyak kedua yaitu terkait dengan persoalan pertanahan. Komisi II menerima 120 aduan yang didominasi kasus mafia tanah, penyerobotan dan penggunaan lahan secara ilegal.
Terkait masalah pertanahan, politikus Nasdem ini mengatakan Komisi II akan segera menggelar rapat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid. Dia mengatakan rapat dengan Nusron adalah agenda perdana yang akan digelar setelah masa reses berakhir.
“Kami akan menawarkan sejumlah rekomendasi terkait masalah pertanahan, evaluasi menyeluruh akan disampaikan nanti dalam rapat kerja,” kata Rifqi.
Sementara untuk posisi ketiga terbanyak yaitu aduan terkait dengan masalah pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau P3K. Ada 114 aduan yang masuk terkait masalah ini. Rifqi mengatakan mayoritas aduan merupakan masalah honorer yang tidak terdaftar di Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Saat ini, kata Rifqi, terdapat 400 ribu tenaga honorer yang belum terdaftar di database BKN. Hal itu membuat mereka terhambat untuk bisa mengikuti seleksi P3K.
Hambatan lainnya, yaitu terbatasnya keuangan pemerintah daerah untuk alokasi belanja pegawai. Maka dari itu, kata dia, Komisi II akan membahas revisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan MejaRedaksi Keuangan Daerah dan Pemerintah Pusat.
“Dalam undang-undang yang berlaku saat ini pemerintah daerah hanya boleh mengalokasikan 30 persen untuk belanja pegawai, ini akan kita revisi dan tambah, kata Rifqi.