Aturan Kelas BPJS Kesehatan Per 7 September 2022

Posted on

Ferdy Sambo akan menjalani pemeriksaan dengan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Pemeriksaan ini akan dilakukan oleh Bareskrim Polri.

“Untuk FS akan dilaksanakan hari Kamis lusa,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi.

Awalnya, Sambo dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan tes kebohongan pada Rabu (7/9), kemudian diundur karena ada pemeriksaan obstruction of justice yang didahulukan. “Yang bersangkutan besok jadwal FS diperiksa di Dittipidsiber,” sambung Andi. Khusus untuk Putri Candrawathi dan ART Susi telah menjalani tes kebohongan hari ini. Namun hasilnya belum diketahui.

Sementara 3 tersangka lainnya, yakni Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Ku’at sudah lebih dulu menjalani pemeriksaan lie detector. Hasilnya, mereka dianggap jujur memberi keterangan terkait kasus Brigadir J.

Brigadir J Tewas Ditembak di Rumah Dinas Sambo
Terkait kasus ini, lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Dalam kasus ini, Bharada E diperintah Ferdy Sambo menembak Brigadir J. Sambo juga diduga merekayasa kronologi kasus pembunuhan seolah-olah terjadi baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J di rumah dinasnya.

Para tersangka ini dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP. Kecuali Putri, keempat tersangka sudah ditahan.

 

 

Uji coba penghapusan kelas BPJS Kesehatan mulai dilakukan sejak 1 Juli 2022, namun besaran iuran BPJS Kesehatan masih belum berubah. Kelas-kelas yang ada dalam BPJS akan digantikan ke Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Uji coba KRIS akan dilakukan di 5 rumah sakit milik pemerintah. Sehingga mulai bulan ini 5 RS tersebut sudah tidak ada lagi kelas iuran BPJS.

“Berdasarkan koordinasi dengan DJSN dan Kemenkes, bahwa Juli adalah uji coba penerapan KRIS di 5 rumah sakit pemerintah saja,” kata Pps Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman.

Menurut Arif, sekitar 2.800 rumah sakit di seluruh Indonesia melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Secara umum pelayanan untuk peserta JKN di rumah sakit masih tetap seperti sebelumnya. Skema dan besaran iuran BPJS Kesehatan sama dengan ketentuan BPJS sebelumnya.

Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.

Biaya Iuran BPJS Kesehatan untuk PPU 5% dari Penghasilan
Arif Budiman mengatakan bahwa peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5% dari upah.

Rinciannya yaitu 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja. Arif mengatakan ada batas atas dan batas bawah untuk dasar perhitungan iuran BPJS. “Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12.000.000,” tuturnya.

“Perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya,” sambungnya.

Acuan perhitungan iuran BPJS tetap pada batas atas Rp 12 juta. Bila seorang pekerja memiliki gaji di atas Rp 12 juta, Rp 13 juta misalnya, maka iuran yang dibayarkan tetap 5% dari Rp 12 juta.

Kelompok Masyarakat Bukan Pekerja (BP)
Kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran BPJS sesuai yang dikehendaki.

Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan
kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan
kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang per bulan

Untuk iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sebenarnya sebesar Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000.

Jadi, bagi seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2 atau 3. Atau jika masuk dalam kategori masyarakat miskin dan tidak mampu, yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dapat masuk menjadi kelompok peserta PBI yang iurannya dibayar pemerintah.

Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta PBI, iurannya sebesar Rp 42.000 dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.